Saat memilih cafe atau restoran saya selalu datang untuk beberapa alasan. Selain rasa makanan, pemandangan atau interior design bangunannya harus memiliki keunikan tersendiri. Inilah yang membuat saya dan teman memutuskan mampir di sebuah restoran daerah kuta yang dilihat dari luar pun, kami yakin tempat tersebut memiliki pemandangan yang sangat bagus. Saya meminta driver tour kami untuk menepi di sebuah restoran bernama Ashtari tersebut. Saat memasuki front area saya merasakan ambience yang berbeda dari kota lombok, seakan masuk ke tempat lain. Di bagian luar restoran ada area yoga, sepertinya tempat ini memang biasa digunakan untuk melakukan aktifitas olahraga tersebut. Ada yang unik dari tempat ini, di tangga sebelum pintu masuk pengunjung harus membuka sendalnya. Sepertinya ini dilakukan untuk menjaga area dalam restoran dari pasir karena letaknya yang dekat dengan pantai kuta sehingga banyak pengunjung restoran yang datang setelah dari sana.

Saya mengambil tempat duduk di beranda bagian luar karena ingin mencari pemandangan ashtari yang tersohor itu. Duduk di sebelah beberapa meja dan hampir semuanya adalah bule. Kami memesan beberapa tapas plus jus dan chocolate milkshake. The food was perfectly fine, seperti french fries dan sandwhich club yang lumayan enak, vegetarian samosa yang cukup dapat diterima lidah, juga ice chocolate milkshake yang menurut saya sangat berasa coklatnya. Ohya, siang hari yang terik saat itu makin indah dengan pemandangan pantai kuta juga pantai seger dari ketinggian bukit ini. Sayang sekali, pemiliknya, yang setelah saya googling adalah orang italia amat sangat tidak ramah dengan pengunjung lokal. Si Bule ini memang mendekati hampir semua pelanggan, menanyai apakah makanannya enak atau tidak, dan hal-hal lain yang biasanya dilakukan seorang pemilik sekaligus manajer restaurant terhadap pelanggannya. Tapi kejadian ini menjadi berbeda hal apabila pelanggan yang ditanyai semua bule sedangkan meja yang diisi pribumi dilewati begitu saja, bahkan senyum saja tidak. Sungguh tidak menyenangkan sama sekali. Saya sempat browsing hari itu juga review ashtari resto ini di tripadvisor, ternyata pemilik telah berganti dari yang sebelumnya. Review amat sangat baik sampai tiba saya membaca komentar-komentar pengunjung di bulan nopember. Hampir semua berkata bahwa pemilik yang sekarang tidak menyenangkan termasuk bule-bule yang kecewa karena datang kesana dengan ekspektasi tinggi setelah membaca review sebelum ada pergantian manajemen. Banyak dari mereka yang tahun sebelumnya datang ke ashtari dan kecewa dengan perubahan besar yang terjadi di sini setelahnya. Sang pemilik terlihat sekali berusaha keras untuk beramah-tamah dengan tamu, bahkan ikut duduk tanpa diundang. Komentar di tripadvisor pun ada yang menyatakan bahwa mereka merasa tidak nyaman dengan sikap tersebut. Mungkin manajemen restaurant tidak pernah membaca masukan dan komplain sehingga pelayanan mereka tidak berubah. Amat sangat disayangkan.




Perlakuan rasisme pun tidak berhenti sampai di situ. Dengan design interior yang ciamik, saya serombongan tidak tahan untuk tak berfoto-foto dan duduk di kursi yang sebelumnya diisi bule-bule. Sedang asyik berfoto, eh si pemilik ternyata memandangi kami dengan lekat dengan wajah yang tidak menyenangkan. Dan dia langsung memasang tanda reserved sebagai statement pengusiran kami. Padahal, menurut kawan yang pernah datang ke sini, pemilik sebelumnya membebaskan pengunjung untuk berfoto-foto bahkan jika tidak memesan makanan. Sungguh disayangkan sekali. karena Ketidak-betahan akibat pengalaman menyebalkan ini, kami memutuskan untuk segera meminta bill, membayar lalu menunggu lama untuk kembalian. Inisiatif kami adalah segera menghampiri kasir untuk meminta uang sisa hak kami supaya kami dapat cepat pergi, akan tetapi kami malah mendapat ocehan tidak penting dari si owner, “That table number xx, have they paid their bill?” dan ocehan itu dilontarkan di depan muka kami yang lalu teman saya timpali dengan pedas, “We paid it and we’re still waiting for the change for almost 30 minutes already!! what a bad service!” . Dan si bule owner itu terdiam tak berkata apapun. Bahkan tidak meminta maaf untuk bad service tersebut. Amat sangat disayangkan, restoran yang seharusnya memiliki nilai 9 jatuh ke nilai 4 akibat tidak profesionalnya sang owner.
Untuk yang datang dan hanya berekspektasi pada pemandangan, kamu boleh berharap banyak. Tapi jika menginginkan makanan yang enak dan service yang hebat, lebih baik lewatkan saja tempat ini dari itinerary kamu.
wah wah, sayang sekali, padahal pemandangan dari restonya bagus loh 😐
bagus nya pake banget fahmi. Kamu liat pemandangan pantai kuta dan seger sekaligus dong.. indah banget
sayang sekali yang punya agak nggak beres yak 😐
Wew. That attitude from the restaurant owner sucked big time!
really sucked ! And you have to see his facial expression directly. believe me you want to punch his face. LoL
sayang amat kalau restoran sebagus dan seenak itu maknaannya memiliki owner yang super gengges dan rasis
rasis banget dit, sampai pengen cepet-cepet pulang. Padahal aku masih enjoy banget liatin pemandangannya.
I also had bad experience at Rock Bar, Ayana Resort Bali.
The thought local people can not affort to pay.
What a shame you hedonis people. Don’t judge book from its cover!
itu dia, yang gue gak habis pikir, kenapa mereka berpikir kita enggak mampu?
a few places prefer wisman to wisnus i’ve noticed. but thank god it’s only a few & these places need to be named.
isn’t there a new cafe very near ashtari now?
i haven’t tried other restaurants/cafes around kuta lombok. I think you can just jump into some random one and get surprised by your choice 😀
Kapan hari rencana pengen kesana, tapi sama teman dibilang gak usah. Pelayanannya gak bagus katanya 😦 Eh, ternyata bener yaa..
Hehehe iya mbak. Kalau cuman nyari pemandangan doang dan gak ekspektasi service atau makanan yg bagus, saya rekomendasikan ke sini karena viewnya bagusss